Skip to main content

Vienna : Day at The Museum(s)


Sudah dapat ngintip kota Vienna, pengen banget dong jalan-jalan di dalamnya. Seperti layaknya menemui kota baru, aku menjelajah seluruh pelosok, nyasar di gang buntu gara-gara salah baca peta,  iseng masuk ke gedung-gedung tua tak bernama en teklok naek-naek ke menaranya dan tiba-ttiba nemuin lift saat sudah sampai bawah lagi. Eeh, salah cerita. Itu mah dulu yaaa... Dulu! Back to reality, I'm now with 2 krucils, without any stroller and the 'toddler' who owns it, is a bit too heavy to be carried. Set aside keinginan untuk jadi Dora the Explorer, karena energi dan waktu sudah berkurang banyak untuk hal seperti itu.

So supaya anak senang, emak tenang, mereka ini harus di bribe dulu. Huffft! Jadi semalam dan saat breakfast, aku mulai mencekoki si mas, tentang museum anak-anak dan dinosaurus. Mereka ini belum pernah sama sekali ke museum. Jadi aku agak khawatir juga kalo diajak ke museum mereka akan menolak. Tapi di Vienna ada Kindermuseum, jadi I really need to try and make them like museums, (maksudnya biar emaknya juga bisa jalan-jalan ke museum juga nantinya. hehehe...). Tapi pokoknya aku ceritakan (padahal kesana aja belum pernah), bahwa di Museum nanti banyak hal tentang anak-anak yang bisa dilihat. Juga nanti bisa lihat dinosaurus sebesar aslinya. Cekokin dulu deeh. Biar tenang mommy jalan-jalan liat Vienna.

Selesai breakfast, kami membeli dulu Vienna Card di resepsionis hotel. Vienna Card ini harganya EUR 22 (tahun 2012) dan berlaku per orang selama 72 jam. Kalau pas jalan ke Vienna selama 2-3 hari, beli kartu ini benar-benar ga rugi. Dia berlaku sebagai transportation card (bis, metro, tram) di seluruh Vienna dan juga kartu diskon berbagai tempat atraksi. Setiap kartu berlaku untuk 1 adult dan 1 anak di bawah 16 tahun. Ekonomis kan? Selain itu dia mulai berlaku dari saat kita memvalidasi pertama kali saat mau naik transport (kemarin kita mulai di stasiun metro, jadi punch cardnya di pintu masuk stasiun) baru dari situ dihitung 72 jam. Setahuku sih dari beberapa kota yang menawarkan kartu jenis ini, cuma Paris Visite card yang ngitung jamnya mulai dari jam 5 pagi, jadi ga dari pas kita mulai pakai, so agak rugi kalo kita baru mulai jalan sore atau malam.



Hotel kami kebetulan cuma selemparan batu dari setopan metro terdekat. Tapi sebentaar, ini di peta kita dekat banget dengan Danube River. Whuaa... Danube soo blue, I'm longing for you, ini inget-inget lagu waltznya Johan Strauss, Blue Danube. Jadi kita jalan agak jauh menuju garis biru di petaku. Jauh sih enggak, tapi untuk ukuran orang yang sudah agak lama ga jalan jauh (baca: tidak pernah jalan kaki lagi di jalanan Jeddah) bikin lumayan pegel. Ternyata eh ternyata, kekecewaan melanda. Blue Danubenya butek...Coklat seperti kali Ciliwung. Tapi memang besar dan bisa dilewati kapal, karena sungai ini memang jalannya transportasi sungai di beberapa negara Eropa Timur. Yaaah, kecewa deh. Seperti buang waktu aja. Tapi, kalo ga diliat dengan mata kepala sendiri, mungkin akan tetap penasaran. So, hellloooo Danube. Opa Strauss, I've come to see your blue river (which now turns to brown :().



Setelah sejenak 'terpukau' dengan Danube river, kami pun jalan menuju stasiun metro terdekat yang ternyata di seberang jalan hotel. Deket beneer... Untuk menuju city center, kami turun di 3 stasiun berikutnya, Stephansplatz yang merupakan pusat Old Centrum. Dari sana, mulailah kami berjalan-jalan melihat keadaan kota ini. Seperti kebanyakan Old Centrum kota-kota Eropa, daerah ini adalah daerah pedestrian atau pejalan kaki only, sehingga terasa nyaman dan cukup aman untuk berjalan dengan anak-anak. Alhamdulillaah, hari itu cuaca cerah sekali.


Kami berjalan dari Stephansplatz menuju Albertina, museum utamanya Vienna. Sayang, cuma lewat saja, insya Allah next time kalau ada waktu, umur en rejeki. Aamiin. Selanjutnya kami menyusuri kembali Kaertner Strasse yang pedestrian area menuju ke Gedung National Opera (Staats Oper). Disana banyak sales tiket menawarkan untuk menonton pertunjukan di dalamnya. Kurang tahu juga harga tiketnya. Tapi melihat kedua ekorku, rasanya tak mungkin menghabiskan waktu dua jam duduk diam menonton opera dalam bahasa yang tidak kami mengerti. Jadi kami hanya lewat dan tersenyum saja sambil bilang, no thank you kepada sales yang berdandan ala Mozart atau paling tidak berkostum istana jaman dulu kala (mungkin barok mungkin renaisan, terus terang ga inget jenis-jenisnya hehehe)


Melewati Staatsoper, kami berbelok ke arah Museum Quartier. Tapi ternyata tidak langsung loh sampai sana. Namanya juga peta, ya keliatannya aja deket, taunya lumayan teklok juga jalan. Maklum dengkul sudah lama tidak dipakai jalan jauh, jadi lumayan ngos-ngosan en pegel juga. Untungnya kira-kira 10 menit berjalan, aku melihat sebuah taman yang sepertinya ada sebuah istana di baliknya. Setelah diintip dan diliat di peta, ternyata itu sebuah public park bagian dari sebuah istana tua yang dijadikan Museum Volkerkunde (Folks Art mungkin artinya ya? terjemahan terjun bebas). Ya sudah, kami buka bekal di situ sambil meluruskan pinggang dan menggosok lutut :p. Tamannya lumayan teduh dengan banyak pohon besar dan rumput. Juga kursi-kursi taman pun tersedia disitu.

Sebelum masuk, ngintip dulu

Depannya taman


Setelah istirahat, kami pun meneruskan langkah kami menuju ke tujuan akhir kami, Museum Quartier. Di depan taman ada pemberhentian tram. Kebetulan ada yang menuju MQ. Saat tram bernomor 1 itu berhenti, dengan pedenya, kami naik, eh salah arah, taunya ia menuju ke arah kami semula. Turun deh kami langsung di stasiun berikutnya dan nunggu tram di seberang jalan. Ternyata cuma sekitar 2-3 setopan, kami sudah sampai di ujung MQ lalu masuk jalan sedikit. Dan kebetulan sekali saat itu ada keramaian semacam bazaar. Wah taunya bazaarnya adalah kampanye vegan dan vegetarian food. Horeee... Hari itu ga perlu pusing cari makanan deh, walau tentunya anak-anak sudah aku bekali nasi dan abon, just in case tidak ada  makanan yang mereka suka. Maklum anak-anak is a master of picky eater (nangis bombay). Jadi abon adalah senjata rahasiaku huhuhu...

Memasuki gerbang Museum Quartier yang kecil namun ramai, kami langsung melihat paling tidak ada dua museum, yaitu Kindermuseum Zoom dan Leopold Museum (yang ada lukisan dari Klimt hiks... ga sempet liat). Langsung kami menuju Zoom yang terletak di sisi kiri dari pintu masuk. Saat masuk, aku mengira akan menemui eksebisi seperti layaknya museum. Ternyata di Kindermuseum ini, ada pilihan ruangan tema. Tiap ruangan memiliki harga dan jam tayang berbeda. Saat itu pada jam itu pilihan yang tersedia adalah Under the Sea theme. Kami pun membeli tiket masuk sambil menunjukkan Vienna Card kami, tapi sayangnya tidak berlaku untuk theme ini. Yah harganya juga cuma 4 euro sih per anak. Karena museum ini untuk anak, kebanyakan tiket hanya dijual untuk anak. Jadi 1 orangtua yang menemani 1 anak, tidak  perlu beli tiket alias gratis. Plus dengan Vienna card, bisa dapat diskon juga untuk ruangan lain. Untung anak kami dua, jadi pas. Kalau anaknya satu, orangtua yang satu lagi harus bayar loh kalau mau ikut masuk.



Seperti menunggu bioskop, kami duduk menunggu ruangan dibuka. Sambil menunggu, aku melihat-lihat ke ruangan lain yang kebanyakan hanya tertutup gelas kaca. Ada satu ruangan yang tertutup yaitu ruang eksebisi, sayangnya hanya tersedia dalam bahasa Jerman, sehingga kami tidak bisa mengikutinya. Lalu ada dua ruangan art dengan berbagai hasil prakarya dan peralatan tersedia di dalamnya. Sayang, waktu kegiatannya tidak pas dengan waktu kedatangan kami.




Lalu, tepat jam 1 siang, pintu pun terbuka. Sekali lagi, aku masih mengira akan melihat eksebisi loh.    Tetapi setelah masuk, kami dipersilahkan duduk di foyer oleh dua orang petugas museum yang berpakaian ala kelasi (sailor). Setelah semua orang masuk, mereka mulai bercerita tentang kehidupan laut, dan bagaimana nantinya di dalam anak-anak akan merasakan bagaimana di dalam laut, lalu kami masuk ke bagian dalam ruangan yang berhiaskan permainan seperti dalam laut. Ternyataaa... museum anak adalah tempat bermain sambil belajar alias role play dengan theme tertentu. Lucu juga. Tidak ada pemandu apa-apa. Semua anak bebas menjelajah ke seluruh bagian ruangan yang terdiri dari dua lantai. Lantai bawah dihias seperti dasar laut, dan bagian atas seperti kapal dan kapal selam. Terus terang, aku bosan juga cuma seperti itu 60 menit. Tapi anak-anak, harus diingatkan bahwa 60 menit mereka sudah berlalu. Seperti tidak ada bosan-bosannya bermain sambil melihat hewan di antartika, cara membuat steamboat mesin bergerak dan mengemudi kapal penangkap ikan. Kind of a new experience for them, for me too :p.

role play menjadi makhluk dasar laut

Setelah itu, barulah mereka, terutama my little man mulai merasa terbangkitkan rasa ingin tahunya tentang museum. Lalu, kami pun beristirahat makan siang. Anak-anak makan bekalnya, aku dan suami makan burger, mie goreng dan sosis yang dijajakan di bazaar vegetarian n vegan di luar MQ. Dengan perut kenyang, kami pun menyeberangi jalan, menuju Museum Quartier yang lebih besar. Empat museum besar yang sepertinya bekas istana mengelilingi satu lapangan hijau. Tujuan kami adalah Museum of Natural History, untuk melihat fosil dinosaurus dan eksebisi lain.

Natural History Museum

Art Museum
Tiket masuk hanya untuk orang dewasa sebesar 10 euro per orang dan dengan Vienna Card, kami hemat 2 euro per orang. Jadi total hanya 16 euro berempat. Anak dibawah 16 tahun dimana-mana gratis doong, kecuali di Kindermuseum yang kebalikannya hehehe...

tiket natural history museum . atas utk dewasa, bawah utk anak 
Memasuki museum ini, jadi ingat filmnya Ben Stiller, Night at the Museum. Bangunan tua seperti istana yang dibuat menjadi museum dan untuk naik ke atas harus ngos-ngosan :(. Kami pun menuju ke tempat pameran fosil dinosaurus sambil melalui lorong-lorong berisi stuffed animal purbakala, seperti bison dan juga fosil lengkap.



Di dalam ruangan fosil, di tengahnya ada centerpiece, dinosaurusnya hidup. Dengan teknologi animatronik sepertinya hehehe... Si mas seneng, si adek tatuuut hihihi... Mungkin dia pikir T Rexnya akan beneran bisa lari kali yaa... Jadi dia nempel terus ke daddynya. Akhirnya aku dan si mas yang jalan-jalan keliling dari satu room ke room lain. Melihat-lihat fosil jaman dulu kala. Juga melihat Venus van Willendorf yang katanya ngetop itu (katanya soalnya, aku ga tau apaan itu sebelum membaca di penjelasan tentang patung wanita yang cuma setinggi 10 cm itu).

venus van willendorfnya di dalem. gelap ga bisa difoto
Moving T REx

Dengan jaman teknologi modern, memang jadinya museum yang memuat barang tuaaaaa banget yang mungkin membosankan bagi sebagian orang (untukku sendiri terkadang agak fascinating, terutama setelah duluuu sekali berkunjung ke Museum Sangiran dekat Solo). Di tiap pojok ruang, ada berbagai jenis alat multimedia yang disesuaikan dengan tema ruangan. Misal di bagian fosil mamalia ada alat yang menjelaskan evolusi kuda secara interaktif. Kita bisa memutar tombol untuk memilih panel yang akan kita lihat. Bisa berdasar tahun, habitat dan sebagainya. Di bagian vulkanik ada alat untuk membuat gunung meletus yang menerangkan bagaimana cara lava bergerak dari perut bumi sampai keluar dengan cara menggerakkan pompa vulkanik. Yah, gimana anak-anak jadi tidak senang. Museum tidak lagi menjadi tempat "Don't Touch Everything" menjadi "Don't Touch that but Play with This"
Ooh begini evolusi kuda

Bagaimana gunung bisa meletus? Karena dipompa sama giants (gubraak)

Menjelajah Museum ini cukup capek juga. Besarnya itu looh. Sekitar dua jam habis di dalamnya. Saat selesai, tak terasa sudah hampir jam 6 sore. Tapi karena masih terang, kami pikir masih sore saja. Sayangnya banyak tempat sudah tutup jam segitu. Ya sudah, kami kembali ke pusat kota di Stephansplatz buat makan malam. Untung ada Nordsee, restoran andalan kami kalau ke Jerman. Soalnya yang disediakan cuma fish dan seafood saja. Untung dia buka cabang di Austria. Jadi terang didalamnya banyak juga orang berwajah arab atau wanita berhijab bahkan berabaya hitam yang menjadi pengunjung. Hehehe, aku kalau ke luar Saudi ya kesempatan deee buka abaya.

Selesai makan, kami pun menuju hotel karena "stroller" hidupnya kecapean. Padahal aku masih pengen naek Riesenrad yang belum kesampaian juga sampai hari kedua pun hiks....

***bersambung insya Allah*

Comments